Kamis, 17 Oktober 2013

"Menjadi Manusia Yang Baik"

Tahukah kita, apa penyebab utama kenikmatan itu hilang?
Masih ingatkah kita semua akan cerita Iblis dikeluarkan dari surga?
Tentu semua sudah tahu. Lantas, kalau kita sudah tahu, apakah hal ini tidak menjadi pelajaran penting bagi kita?

Iblis dikeluarkan dari surga, akibat adanya rasa berlebih dari manusia. Dia merasakan dirinya diciptakan dari bahan yang jauh lebih baik dari nabi Adam Alaihissalam. Apa kata Iblis untuk membangkang perintah Allah agar sujud kepada nabi Adam?

“Saya lebih baik dari dia, Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Kau ciptakan dari tanah”

Keinginan untuk menjadi “The Best”, sampai-sampai didunia sekarangpun orang berlomba-lomba dalam banyak hal, untuk menjadi 'The Best'. (The best seller, the best woman, the best student in the class/universitas, and the others..)

Perlombaan-perlombaan, pemilihan-pemilihan kontes kecantikanpun, merupakan sarana pendukung untuk menjadi “perempuan/lelaki yang terbaik” Pengumuman didalam raport kertas hasil ujian pun, mendukung dan memajukan sarana prasarana untuk menjadi 'the best' tadi.

Perasaan itu telah timbul semenjak dari masa kanak-kanak, masa sekolah, remaja, sampai mau mati dekat sakratul maut pun, hal itu selalu ada. Semua ini karena sudah terbiasa dan kita sudah seakan-akan terlahir diciptakan untuk menjadi yang terbaik, tanpa kita menyadari akibat dari semua itu, yang menimbulkan sebuah persaingan dan keinginan untuk mengalahkan orang lain.

Dan tak jarang kita lihat, akibat keinginan untuk menjadi yang terbaik ini, seringkali menimbulkan permusuhan satu sama lain, rasa iri, dengki, sombong menjalar bagaikan pohon ubi jalar yang tumbuh begitu cepat. Masih syukur perasaan itu timbul bagaikan ubi jalar, kalau ia tumbuh bagaikan petir yang berlari kencang, sampai menyambar tanpa bisa ditahan siapapun. Dan hal ini sungguh sangat berbahaya, dan betapa jeleknya. 
Sikap ingin mengalahkan, kata orang : ”Alah biasa dek terbiasa”. Perasaan ingin bersaing dan menjadi yang terbaik, kalau sudah dibiasakan sejak kecil, maka sulit dibuang hingga dewasa.

Apakah sikap untuk menjadi yang terbaik ini, tidak baik sama sekali?

Hanya ada perintah untuk berlomba-lomba dalam AlQuraan, yakni :
Dan bersegeralah kamu kepada memohon ampunan kepada tuhan kamu, dan surga yang yang luasnya seluas langit dan bumi, yang mana surga itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa [QS Al Imram 3:133].
Cobalah kita mulai merenungkan lebih dalam lagi, kita lihat realita yang ada. Apakah semua yang tatkala masa kanak-kanak, masa di sekolah, di perguruan tinggi dia yang selalu menjadi “Bintang Pelajar, Peraih Juara I, juara Umum, Juara Teladan”, kehidupannya kelak, benar-benar maju, baik dari sisi strata sosial pangkat dan ajabatan serta ekonomi, justru sering kita lihat, orang yang dalam kesanya dulu biasa-biasa saja, justru menjadi manusia terkenal, manusia dikenang dari zaman kezaman, manusia kaya, dan sebagainya. Apakah ketika disekolah juara umum disekolahnya dulu memiliki, mental, phisik, ruhani, kepribadian, dalam masyarakatnya, agamanya dan lainnya (kita lihat para koruptor bukankah dulu mereka juga pernah menjadi the best student)?.

Ada baiknya, kita memulai dari diri kita sendiri, anak-anak kita, kita terapkan sikap hidup sederhana dalam segala hal. Karena Allah dan rasul-Nya pun menyuruh kita ummat Islam agar selalu bersikap netral, sederhana. “Kullu umuurin ausatuha” (Sebaik-baik keadaan adalah berada pada pertengahan).

Sikap membiasakan, bahwa : ”Diatas langit, masih ada langit lagi, diatas yang berpengetahuan, masih ada lagi yang jauh lebih berpengatahuan” Bukankah Allah Ta’ala berfirman “Wa fauqa kullu dzuu ‘ilmin, ‘aliim” (Dan diatas orang yang memiliki ilmu pengetahuan, ada lagi yang lebih berpengetahuan)”. Masih ingat cerita nabi Musa As, dan Khidir As?

Seharusnya sikap inilah yang kita tanamkan untuk diri kita sendiri, keluarga, sanak family, tetangga, ummat Islam dan masyarakat kita. Karena sikap ini jauh lebih selamat ketimbang sikap dari Iblis yang kita contoh dan kita tanamkan, “Saya lebih baik dari dia, maka sayalah yang terbaik”.

Menjadi orang yang baik, itu bagus, bukankah Rasulullah bersabda : ”Sebaik-baik manusia adalah yang lebih banyak, yang paling banyak, berarti yang “Lebih baik”, terhadap manusia lainnya”.

Dengan kata lain, untuk menjadi yang the best, carilah tempat yang The best juga. Orang paling atau yang terpintar, belum tentu dia menjadi manusia yang terbaik dan bermanfaat untuk manusia lainnya.

Bukan menjadi orang yang terpintar yang kita cari, tetapi menjadi manusia yang paling banyak memberikan kontribusi pada manusia lainnyalah yang akan selalu kita kejar, karena ini tuntunan Allah dan RasulNya, itu pun dengan syarat mutlak Lillahi Ta’ala, dan sesuai amalan dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnahnya. Dua hal yang kelihatan mirip/sama, tetapi dia berbeda, dan perbedaannya sangat tipis.
Demikian, Allahu’ Ta’ala ‘Alam.

Sabtu, 01 Desember 2012

"Jejak Islam di Seoul Central Mosque"

Seoul Central Mosque
Penduduk Korea Selatan mayoritas beragama Budha, namun bukan berarti kita tidak dapat menemukan jejak-jejak Islam di negara ini. Temukan atmosfer kehidupan muslim di Seoul Central Mosque yang berada di Itaewon, Seoul, Korea Selatan. Masjid ini adalah masjid pertama dan satu-satunya di Seoul sekaligus masjid terbesar di Korea.  

Seoul Central Mosque yang dibuka untuk pertama kalinya pada tanggal 5 Mei 1976 ini tepatnya berada di distrik Yongsan-gu. Selain menjadi pusat agama Islam, masjid ini juga merupakan kebanggaan lebih dari 45 ribu masyarakat Korea asli yang memeluk Islam sejak lama. Masjid ini dalam bahasa Arab bernama Masjid Si’ul Al Markaz, namun petunjuk jalan yang dibuat oleh pemerintah setempat menuliskannya dengan bahasa Inggis yakni Seoul Central Mosque. Arsitekturnya yang khas membuat wisatawan akan dengan mudah mengenali masjid ini. Di pintu utama terdapat tulisan “Allahu Akbar” menggunakan huruf Arab yang cukup besar. Bagi masyarakat setempat dan pemeluk non muslim, masjid ini merupakan titik destinasi wisata karena keindahan arsitekturnya. Apalagi Seoul Central Mosque ini terletak antara Namsan dan Han River.  Bangunan yang terdiri dari 3 lantai ini umumnya memiliki tempat terpisah untuk wanita dan pria. Masjid ini tidak hanya menyediakan tempat untuk sholat berjamaah namun juga terdapat beberapa ruangan lain seperti kantor, ruang kelas, ruang rapat dan ruang konferensi. Bahkan ada penginapan yang sering dipakai para pekerja asing untuk menginap. Perluasan bangunan ini dilakukan pada tahun 1991 setelah pengelola setempat mendapatkan sumbangan dari pemerintah Arab Saudi sebesar 3,5 miliar Won.  

Seperti layaknya masjid yang berdiri di negara berpenduduk non-muslim, Anda yang menyempatkan datang akan melihat bahwa masjid ini didatangi oleh orang-orang yang berasal dari latar belakang negara yang berbeda. Seperti Mesir, Libya, Suria, Sudan, Pakistan, Bangladesh, Turki dan tentu saja Indonesia. Mereka pada umumnya adalah para pekerja asing yang mengadu nasib di Korea Selatan. Ada juga penduduk asli keturunan para mualaf yang masuk ke Korea saat Perang Korea. Pada saat bulan Ramadhan, masjid ini akan semakin ramai oleh kegiatan keagamaan dan acara buka serta sahur bersama. Sama seperti di Indonesia, pengelola masjid juga menyediakan hidangan untuk para jamaah. Jadi Anda tak perlu ketakutan kelaparan jika mengunjungji Seoul Central Mosque saat bulan puasa. 

Masjid ini juga menjadi jujugan para wisatawan yang ingin menunaikan sholat Jumat. Setiap hari Jumat paling tidak ada 800 jemaah yang melaksanakan sholat. Menyadari bahwa jamaah sholat Jumat di masjid ini berasal dari berbagai negara, maka khutbah Jumat akan diberikan dalam 2 bahasa sekaligus yakni bahasa Arab dan bahasa Inggris. Nah, Jika Anda datang jauh sebelum sholat Jumat dilaksanakan, Anda bisa berjalan-jalan mengitari kawasan ini yang dipenuhi toko-toko penjual pernik-pernik umat muslim seperti buku, CD dan perangkat sholat yang kebanyakan dijual oleh warga Pakistan. 

Daerah ini juga menyediakan Iteawon Night Market yang terletak di dekat kawasan masjid. Pasar yang dibuka pada malam hari ini menyediakan berbagai barang, baju dan asesoris seperti kaus kaki, anting-anting, gelang, kalung dan beberapa fashion item lainnya.  Uniknya, lokasi Seoul Central Mosque ini berada di dekat basis militer AS di Korea Selatan. Jadi jangan heran jika Anda akan melihat sekelompok tentara Amerika hilir mudik di kawasan ini.  Untuk sampai ke Seoul Central Mosque ini Anda bisa menumpang subway jalur 6 melalui Seoul Subway dan turun di Stasiun Itaweon pintu exit nomor 3. Turun dari stasiun Anda akan menemukan Fire Station Itaewon berbeloklah ke kanan. Jika sampai di persimpangan belok kiri dan berjalanlah sekitar 200 meter. Bagi wisatawan yang masih ingin melihat geliat kehidupan muslim disini, Anda bisa menginap di hotel-hotel yang ada di Itaewon seperti Hamilton Hotel Itaewon, Grand Hyatt Hotel atau Capital Itaewon Hotel. Setelah itu, Anda juga bisa menikmati destinasi wisata lainnya di Seoul yakni Whanki Museum, makan di Restoran Seokparang atau menjelajahi Seoul Forest yang mengagumkan.

Berikut, beberapa gambar Masjid Megah ini dari beberapa arah:








Salam Ukhuwah Fillah

Sejarah Dakwah Islam di Seoul Korea Selatan

"Korea Muslim Federation (KMF)"
Sentuhan hidayah Islam ternyata sampai juga ke Seoul, Ibu Kota Korea Selatan yang metropolis, Dari waktu ke waktu, sentuhan napas Islam itu kian terasa dan kian nyata.
Menilik sejarahnya, Perang Korea (Juni 1950-Juli 1953) membawa berkah tersendiri bagi kebangkitan Islam di Negeri Ginseng ini.

Saat itu, gara-gara perang, negeri ini luluh lantak dan menyeret warganya pada keputusasaan. Di tengah suasana yang menyengsarakan ini, Islam hadir laksana oase yang memberikan kesejukan dan keikhlasan untuk berserah diri kepada Tuhan, seperti lilin kecil di tengah gulita.

Sejatinya, Islam telah ada di Semenanjung Korea jauh sebelum Perang Korea pecah. Sejarah mencatat, Islam masuk ke Korea Selatan pada abad ke-7 lewat kafilah dagang yang menuju Cina lalu menjalin hubungan dengan Kerajaan Shilla, salah satu dari tiga negara besar di Korea pada masa lalu.

Hubungan itu terus terjalin dan sebagian pedagang Muslim itu tertarik untuk menetap di sana. Maka, tak heran jika pada periode Koryo (918-1392) terdapat komunitas Muslim di Korea Selatan dalam jumlah cukup besar di Kaesong, ibukota negara masa itu. Komunitas Muslim juga terdapat di Itaewon, Seoul, yang terus berkembang menjadi kota besar hingga sekarang.

Nah, Islam kembali mendapat momentum emas untuk tumbuh di Korea Selatan tatkala Perang Korea pecah. Seperti disebutkan dalam anneahira.com, dalam perang itu, Turki mengirimkan sekitar 15 ribu tentara untuk bergabung dalam pasukan multinasional yang dikomandoi PBB.

Tentara Turki yang beragama Islam itu pun menjadi perintis perkembangan Islam di Korea Selatan. Selain membantu perang pada pihak Korea Selatan, personel pasukan Turki tersebut terlibat aktif dalam kegiatan kemanusiaan, membantu korban perang, membantu mengurus sekolah-sekolah, dan sekaligus mengajarkan Islam kepada masyarakat. Maka, mulailah satu per satu warga Korea menyambut dakwah tersebut.

Dalam tempo cepat, populasi Muslim di Korea Selatan bertambah, menyusul dibentuknya Persatuan Orang Islam Korea Selatan pada 1955. Saat itu, masjid pertama di Korea Selatan mulai dibangun. Itulah Masjid Sentral Seoul yang berdiri di Distrik Itaewon. Selanjutnya, masjid memegang peranan sangat penting dalam proses dakwah.

Selain menjadi tempat ibadah, tempat bertemu, dan silaturahim, masjid juga menjadi pusat informasi bagi masyarakat Korea yang ingin mempelajari Islam. Masjid tersebut menyediakan bahan bacaan dan rekaman ceramah yang diberikan gratis kepada siapa saja yang berminat. Tak hanya di Seoul, saat ini telah banyak masjid berdiri di kota-kota besar Korea, seperti di Gwangju, Busan, dan Daegu.

Khusus di Seoul, geliat dakwah Islam bisa dilihat dari derap kegiatan yang dilakukan Korea Muslim Federation (KMF), sebuah lembaga dakwah Islam yang telah berdiri sejak 1967.

Berpusat di Hannamdong Yongsangu, Seoul, KMF menggulirkan beragam aktivitas dakwah, di antaranya menerjemahkan dan mempublikasikan literatur-literatur Islam.

Seperti ditulis Mozammel Haque dalam islamicmonitor. blogspot.com, KMF juga menghelat seminar dan konferensi Islam bagi warga non-Muslim, membuka kursus bahasa Arab secara gratis, dan membuka kelas madrasah pada Ahad bagi anak-anak Muslim. KMF pun menggelar pelatihan kepemimpinan bagi calon pemimpin Muslim serta mengirim siswa untuk belajar ke institut Islam di negara-negara Islam.

KMF pun mendorong dibukanya cabang KMF di berbagai negara Islam yang menjadi tujuan bisnis warga Korea, yaitu Arab Saudi (di Jeddah), Kuwait, dan Indonesia. Selama ini, KMF memfokuskan aktivitas dakwahnya pada pendidikan dan penelitian Islam. Seminar dan kuliah tentang Islam secara rutin diadakan di ruang konferensi Masjid Sentral Seoul.

Aktivitas keakademisan ini mencapai puncaknya ketika diselenggarakan Seminar Islam Internasional di Seoul pada Agustus 1997. Berbarengan dengan seminar ini diresmikan juga Institut Kebudayaan Islam atau Korea Institute of Islamic Culture (KIIC).

Sebuah madrasah bernama Sultan Ibnu Abdul Haziz pun telah berdiri di Islamic Centre, Masjid Sentral Seoul. Madrasah berhasil didirikan pada Oktober 2001 berkat bantuan dana sebesar 300 ribu dolar AS dari Pangeran Kerajaan Arab Saudi, Sultan Ibnu Abdul Aziz.

Islamic Centre di Seoul ini menyelenggarakan pendidikan tentang Alquran, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. Ada pula kelas khusus yang mempelajari semangat Islam dan hanya beranggotakan 15 siswa di tiap kelasnya. Nantinya, Islamic Centre ini diharapkan bisa berkembang menjadi Institut Pendidikan Islam.

Demikianlah, dakwah Islam di Seoul dan juga Korea Selatan tampaknya memiliki masa depan yang menjanjikan. Hal ini lantaran Korea Selatan menganut sistem kebebasan beragama dan diatur dalam konstitusi. [sumber;republika.co.id]