Seringkali seorang muslimah berjilbab merasa kesulitan jika harus
berwudhu di tempat umum yang terbuka. Inginnya berwudhu secara sempurna
dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu
dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang
bukan mahram. Karena anggota wudhu seorang wanita muslimah sebagian
besarnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat
yang rojih (terkuat). Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada
pada kondisi yang demikian?
Saudariku, tidak perlu bingung
dan mempersulit diri sendiri, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memberikan kemudahan dan keringanan bagi hamba-Nya dalam syari’at
Islam ini. Allah Ta’ala berfirman,
يُرِيدُ
اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah
menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…”
(QS. Al Baqarah: 185)
Pada bahasan kali ini, kita akan membahas
mengenai hukum wudhunya seorang muslimah dengan tetap mengenakan
kerudungnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan.
Seorang
wanita boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya
Terkait
wudhunya seorang muslimah dengan tetap memakai kerudung penutup kepala,
maka diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengusap kerudungnya
sebagai ganti dari mengusap kepala. Lalu apa dalil yang membolehkan hal
tersebut? Dalilnya adalah bahwasanya Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha
dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan beliau
mengusap kerudungnya. Ummu Salamah adalah istri dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka apakah Ummu Salamah akan melakukannya
(mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam?
Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarang Ummu
Salamah melakukannya.
Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al
Mughni (1/132) mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita
(kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap
kerudungnya.”
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri pernah berwudhu dengan mengusap surban penutup kepala yang
beliau kenakan. Maka hal ini dapat diqiyaskan dengan mengusap kerudung
bagi wanita. Dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari
bapaknya, beliau berkata,
رأيت النبي صلّى الله عليه
وسلّم، يمسح على عمامته وخفَّيه
“Aku pernah melihat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua
khufnya.”
Juga
dari Bilal radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي
صلّى الله عليه وسلّم، مسح على الخفين والخمار
“Bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuf dan khimarnya.”
Dalam
kondisi apakah seorang wanita diperbolehkan untuk mengusap kerudungnya
ketika berwudhu?
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah
berkata, “(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya
seorang wanita mengusap kerudungnya jika menutupi hingga di bawah
lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian
istri-istri para sahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimana pun,
jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baik karena udara yang
amat dingin atau sulit untuk melepas kerudung dan memakainya lagi, maka
bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jika tidak, maka
yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.”
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Adapun jika
tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai
kerudung -pen) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama
(yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus
melepas kerudung -pen).”
Dengan
demikian, jika membuka kerudung itu menyulitkan misalnya karena udara
yang amat dingin, kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai
kembali, dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka kerudung
karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain, atau udzur
yang lain, maka tidaklah mengapa untuk tidak membuka kerudung ketika
berwudhu. Namun, jika memungkinkan untuk membuka kerudung, maka yang
lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara
langsung.
Tata cara mengusap kerudung
Adapun
mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala pada saat wudhu,
menurut pendapat yang kuat ada dua cara,
diqiyaskan dengan tata cara mengusap surban, yaitu:
Pertama:
Cukup mengusap kerudung yang sedang dipakai
Hal ini
didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu
‘anhu dari bapaknya,
“Aku pernah melihat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua
khufnya.”
Surban boleh diusap seluruhnya atau sebagian
besarnya.
Karena kerudung bagi seorang wanita bisa diqiyaskan dengan surban bagi
pria, maka cara mengusapnya pun sama, yaitu boleh mengusap seluruh
bagian kerudung yang menutupi kepala atau boleh sebagiannya saja. Akan
tetapi, jika dirasa sulit untuk mengusap seluruh kerudung, maka
diperbolehkan mengusap sebagian kerudung saja yaitu bagian atasnya,
sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu
‘anhu di atas.
Kedua: Mengusap bagian depan
kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap kerudung
Dari
Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، توضأ، ومسح بناصيته وعلى
العمامة وعلى خفيه
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya.”
Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
رأيتُ رسولَ اللّه صلى الله عليه وسلم يتوضأ وعليه عمَامة
قطْرِيَّةٌ، فَأدْخَلَ يَدَه مِنْ تحت العمَامَة، فمسح مُقدَّمَ رأسه، ولم
يَنْقُضِ العِمًامَة
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari
Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu
kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Jika seorang wanita
takut akan dingin dan yang semisalnya maka dia boleh mengusap
kerudungnya. Karena sesungguhnya Ummu Salamah mengusap kerudungnya. Dan
hendaknya mengusap kerudung disertai dengan mengusap sebagian
rambutnya.”
Maka
diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk mengusap kerudungnya saja
atau mengusap kerudung beserta sebagian rambutnya. Namun, untuk
berhati-hati hendaknya mengusap sebagian kecil dari rambut bagian
depannya beserta kerudung, karena jumhur ulama tidak membolehkan hanya
mengusap kerudung saja, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Hafizh Ibnu
Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari.
Syarat-syarat
mengusap kerudung
Para ulama berselisih pendapat tentang
syarat-syarat mengusap penutup kepala (dalam konteks bahasan ini adalah
kerudung). Sebagian ulama berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap
penutup kepala sama dengan syarat-syarat mengusap khuf (sepatu). Perlu
diketahui bahwa di antara syarat-syarat mengusap khuf adalah khuf
dipakai dalam keadaan suci dan batas waktu mengusap khuf adalah sehari
semalam untuk orang yang mukim dan tiga hari tiga malam untuk musafir.
Sebagian lagi berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap kerudung tidak
dapat diqiyaskan dengan persyaratan mengusap khuf. Mengapa demikian?
Meskipun sama-sama mengusap, tetapi mengusap kerudung merupakan
pengganti dari mengusap kepala yang mana kepala merupakan anggota wudhu
yang cukup dengan diusap,
sedangkan mengusap khuf merupakan pengganti dari mengusap kaki yang
mana kaki merupakan anggota wudhu yang dibasuh/dicuci.
Oleh karena itu tidaklah
disyaratkan untuk memakai penutup kepala dalam keadaan suci dan tidak
ada batasan waktu, dan inilah pendapat yang lebih kuat, in syaa
Allah. Mereka berpendapat karena dalam hal ini tidak ada ketetapan
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai batasan
waktunya. Kapan pun seorang wanita muslimah memakai kerudung dan
berkepentingan untuk mengusapnya ketika berwudhu maka ia boleh
mengusapnya, dan bilamana ia bisa melepas kerudungnya ketika berwudhu
maka ia mengusap kepalanya, dan tidak ada batas waktu untuk hal
tersebut. Namun, untuk lebih berhati-hati hendaknya kita tidak memakai
penutup kepala kecuali dalam keadaan suci.Wallahu
a’lamu.
Penulis: Ummu Isma’il
Muroja’ah: M. A.
Tuasikal