Kamis, 05 Januari 2012

AURAT Wanita Muslimah

AURAT Wanita Muslimah

Dari Ibnu Mas'ud r.a Rasulullah Saw bersabda : “Wanita itu seluruhnya aurat.” (Thabrani)Aurat menurut bahasa adalah sesuatu perkara yang malu jika diperlihatkan. Atau bisa juga disebut bahwa aurat adalah sesuatu yang menjadi aib atau cela jika diperlihatkan. Maka seseorang yang menampakkan auratnya di depan yang lainnya, adalah mereka yang tidak memiliki rasa malu, atau mereka yang memiliki aib. Allah Swt berfirman: "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukminin, hendaknya mereka memanjangkan jilbab mereka ke seluruh tubuh. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, dan karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q.S. Al-Ahzab : 59)

Syekh Rasyid Ridha, dalam kitabnya ‘Nida Lil Jinsil Lathif’ menerangkan latar belakang turunnya ayat ini, bahwa sebelum ayat ini diturunkan kaum wanita mukminat biasa mengenakan pakaian seperti lazimnya wanita-wanita non-muslimah pada masa jahiliah. Yaitu terbuka leher dan sebagian dada-dada mereka. Hanya sesekali saja mereka mengenakan jilbab, itu pun tidak merata. Jilbab adalah sejenis pakaian luar yang menutupi seluruh anggota tubuh. Jika mereka merasa perlu mereka memakainya, tetapi jika tidak, maka mereka tidak akan memakainya.

Orang-orang yang usil, lantas mengganggu mereka lantaran wanita-wanita itu disangka amat (hamba sahaya wanita). Sebab memang amat-lah yang seringkali sengaja mempertontonkan sebagian dari anggota tubuh mereka. Kebiasaan itulah yang kemudian dijadikan sarana oleh kaum munafiqin untuk mengganggu kaum wanita mukminah, termasuk istri-istri Nabi. Dan mereka beralasan bahwa mereka menyangka wanita-wanita itu adalah amanat. Karena itu, Allah Swt. memerintahkan kepada seluruh wanita mukminah agar memanjangkan jilbab-jilbab mereka dengan menutup kepala leher sampai dada mereka. Dengan demikian mereka dapat mengenali bahwa wanita-wanita yang memakai jilbab adalah wanita-wanita mukminat.

Menutup aurat bagi wanita adalah hikmah dari Allah Ta'ala untuk menyelamatkan kaum wanita dari bahaya fitnah. Sebagaimana ditegaskan oleh Umar bin Khattab r.a, beliau berkata: “Bertaqwalah kepada Allah, Tuhan kalian, dan jangan biarkan istri dan anak perempuan kalian mengenakan pakaian Qibthi, karena sekalipun tidak tips namun ia dapat menimbulkan rangsangan dan mengundang fitnah.” (Tarikh At Thabari,1V/215)

Dr. Anwar Jundi menulis bahwa Islam menekankan agar wanita melindungi diri dengan cara memakai pakaian yang menutup seluruh auratnya, mengharamkan berduaan dengan pria yang bukan muhrimnya, dan seluruh aktifitas yang akan mendatangkan maksiat. Usaha-usaha ini adalah untuk menyelamatkan wanita dari fitnah, dan menyelamatkan masyarakat dari fitnah wanita.

Beliau menambahkan bahwa dengan beragam cara pula musuh¬musuh Islam mempropagandakan “bugilisme”. Mereka mencanangkan falsafah buruk yang lepas dari norma-nonna masyarakat. Mereka menciptakan rancangan pakaian dengan tidak membedakan mana pakaian untuk pria dan mana pakaian untuk wanita. Sehingga tidak ada lagi garis pembeda yang memisahkan antara pakaian pria dan wanita. Akibatnya, perbuatan haram pun berkembang, yaitu wanita nampak seperti pria atau pria nampak seperti wanita. Hal ini karena dipengaruhi oleh mode pakaian.

a. Berjilbab---------------------------- Allah Swt berfirman: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” (Q.S. An Nuur: 31) Dengan beralasan demi kecantikan dan rasa malu jika menutup aurat, banyak kaum wanita yang mengatakan belum waktunya untuk menutup aurat-aurat mereka. Padahal waktu demi waktu, korban-korban akibat kelalaian menutup aurat sudah berserakan di mana-mana. Tidak peduli pemuda atau pemudi, orang dewasa atau orangtua, anak-anak pun telah menjadi korban panah-panah beracun iblis tersebut.

Mengenai kepentingan menutup aurat ini, marilah kita menyimak beberapa hadits lagi yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw. kepada para sahabatnya :

a. Nabi Saw. ketika memerintahkan kaum wanita untuk keluar melakukan shalat Hari Raya, para wanita berkata: “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak mempunyai hijab”. Maka jawab Rasulullah Saw, “Haruslah saudarinya meminjami jilbabnya.” (Bukhari, Muslim)

b. Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa mengeluarkan kakinya ke bawah karena sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya di hari Kiamat.” Ummu Salamah r.ha. bertanya “Apa yang harus diperbuat kaum wanita dengan baju panjangnya?” Nabi Saw. menjawab: “Mereka hendaknya melebihkan barang sejengkal” Ummu Salamah r.ha. berkata lagi: “Kalau demikian, akan terbuka telapak kaki mereka”. Sahut Nabi Saw : “Mereka harus melebihkan satu hasta dan jangan ditambah lagi.”

c. `Aisyah r.ha. berkata: “Ada serombongan pengendara unta melewati kami ketika kami sedang berihram bersama Rasulullah Saw, ketika rombongan itu datang kepada kami, maka kami menutup muka kami dengan mengulurkan jilbab kami dari kepala, dan bila rombongan itu telah lewat maka kami pun buka kembali wajah kami.” (Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)d. Ibnu Hajar r.a berkata : Bahwasannya Umar bin Khattab r.a. pernah diperingatkan oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya: “Berilah pakaian yang menutupi muka istri-istrimu.”e. Rasulullah Saw. pernah menegur dua orang istrinya, Maimunah dan Ummu Salamah ketika Abdullah bin Ummi Maktum memasuki rumah beliau: “Pakailah hijab !” Mereka berkata: “Abdullah bin Ummi Maktum itu buta.” Rasululllah Saw. pun bersabda: “Apakah kamu berdua juga buta, bukankah kamu berdua dapat melihatnya?”f. Rasulullah Saw. bersabda: “Ada dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya yaitu: (1) Suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang dipukulkan ke manusia. (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian (tetapi hakekatnya) mereka itu telanjang, (jalannya) lenggak lenggok, sanggul mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan (sejauh) sekian..sekian”. Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan sesungguhnya harumnya tercium dari jarak perjalanan lima ratus tahun.” (Muslim)

b. Aturan Berbusana Muslimah---------------------------- Dalam hal ini ada beberapa aturan bagi kaum wanita shalihah dalam berbusana, agar tidak termasuk dalam golongan ‘... yang berpakaian tetapi sesungguhnya mereka itu telanjang’ yaitu busana hendaknya :(1) Tidak terlalu tipis, sehingga terlihat bagian tubuh dari luar.(2) Tidak terlalu ketat, sehingga membentuk tubuh.(3) Tidak memakai harum-haruman.(4) Tidak menyerupai busana pria(5) Tidak menyerupai model busana orang-orang kafir.(6) Tidak untuk menyombongkan diri atau bermegah-megahan. Fungsi pakaian itu sendiri adalah untuk menutupi aurat, maka apa artinya pakaian jika tidak menutupi aurat pemakainya? Untuk itulah ia dinamakan sebagai ‘Wanita yang berpakaian tetapi sesungguhnya ia telanjang.’ Rasulullah Saw. Bersabda : “Barangsiapa memakai pakaian untuk menyombongkan diri, niscaya pada hari Kiamat Allah akan memakaikan pakaian kehinaan kepadanya”. (Ahmad, Abu Dawud, Nasa' i) Seorang Iaki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang pakaian apa yang ia pakai maka Ibnu Umar berkata: “Pakaian yang biasa saya pakai adalah yang tidak dihinakan orang-orang bodoh dan tidak dicela orang-orang cendikiawan. (Tidak telalu jelek dan tidak terlalu mewah mcncolok) jadi pertengahan antara keduanya”.

c. Menutup Wajah/Bercadar---------------------------- Wanita shalihah selayaknya memiliki rasa malu yang tinggi dan memahami batasan-batasan aurat tubuhnya yang seharusnya tidak diperlihatkan kepada sembarangan orang, dan wajah wanita sudah pasti adalah salah satu darinya. Karena dari wajahlah yang paling dahulu memberikan godaan.

Wajah yang menarik akan mudah menggoda lawan jenisnya. Thabrani meriwayatkan bahwa Allah telah memerintahkan kepada kaum mukminat, jika mereka hendak keluar dari rumah mereka karena suatu hajat, maka hendaklah mereka menutupkan jilbab ke wajah mereka dari atas dan menampakkan sebelah matanya.

Ibnu Jarir meriwayatkan : Aku bertanya kepada Ubaidah bin Harits tetang firman Allah Swt : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” (Q.S. An-Nur : 31), ia menjawab sambil memperagakan dengan pakaiannya. Ia menutup kepala dan wajahnya dan menampakkan bagian matanya. Allamah Abu BakarAl Jashshash mengatakan bahwa di dalam ayat ini terdapat sebuah dalil bahwa seorang wanita diperintahkan untuk menutup wajahnya agar tidak terlihat oleh lelaki asing, menampakkan penutupnya dan menjaga kehormatannya ketika keluar rumah. Qadhi Baidhawi mengatakan dalam menafsirkan ‘Hendaklah mengulurkan jilbabnya’ yaitu hendaklah mereka menutup wajah dan badan-badan mereka dengan jubah mereka jika mereka akan ke luar untuk suatu hajat. Said bin Musayyib mengisahkan pertanyaan Ali bin Abi Thalib kepada Fatimah r.ha. tentang manakah wanita yang baik. Fatimah r.ha. menjawab yaitu: “Wanita yang tidak mau melihat laki-laki dan tidak mau dilihatnya”. Ali pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw. yang dijawab oleh beliau bahwa Fatimah adalah darah daging beliau. (Maksudnya bahwa jawaban Fatimah sama seperti jawaban beliau).

Jumhur ulama mujtahid yang dipimpin oleh Asy Syafi'i, Hambali, dan Maliki menyatakan bahwa wajah adalah aurat, kecuali para fuqaha dari Hanafiyah yang membolehkan membukanya dengan syarat jika tidak ada fitnah. Sedangkan perkataan-perkataan yang menjadikan hadits Fadhal bin Abbas yang membonceng Nabi Saw ketika Haji Wada' lalu ia melihat wajah wanita yang lewat di dihadapannya, kemudian Nabi memalingkan wajah Fadhal bin Abbas.
Mereka mengambil dalil dari hadits ini, yakni : Sekiranya wajah itu aurat tentu wanita itu menutupi wajah mereka sehingga Fadhal tidak melihat mereka.Jumhur ulama menjawab hal ini dengan mengatakan:
(1) Sangat jelas dinyatakan dalam hadits tersebut bahwa kejadian itu berlangsung ketika haji wada' ketika mereka sedang ihram. Sedangkan dalam ihram para wanita dilarang menutup wajah dan tangannya.
(2) Kaum wanita pada zaman Nabi Saw. telah terbiasa mengenakan tutup wajah dan tangan mereka. Kemudian Rasulullah Saw. melarang hal itu dilakukan ketika berihram.Bahkan dalam ‘Al Muwattha’ Imam Malik, meriwayatkan bahwa Fatimah binti Mundzir berkata: “Pernah kami menutup wajah dalam ihram. Ketika itu kami bersama Asma binti Abu Bakar, dan ia tidak menyalahkan perbuatan kami.” Dalam ‘Fathul Bari’ diriwayatkan dari ‘Aisyah r.ha : “Hendaklah wanita mengulurkan jilbabnya dari atas kepala hingga wajahnya.” Dalam kitab ‘Ash Shihhah’ diriwayatkan bahwa ada seorang muslimah mengerjakan urusannya di pasar Bani Qainuqa’. Muslimah ini memakai jilbab. Lalu seorang lelaki Yahudi menghadangnya dan dirinya dan jilbabnya. Yahudi itu memaksanya untuk membu¬ka wajahnya, tetapi wanita itu menolak dan menjerit meminta tolong. Maka salah seorang dari kaum muslimin menyerang Yahudi itu dan membunuhnya. Untuk itulah Rasulullah Saw bersabda : “Memandang itu bagaikan anak panah beracun daripada iblis.” (Thabrani) Nabi Isa a.s. pun berkata: “Takutlah akan memandang, karena memandang akan menimbulkan syahwat dalam hati. Dan cukuplah memandang wanita itu sebagai fitnah.” Imam Mujahid rah.a. pernah berkata: “Jika ada seorang wanita yang datang, maka duduklah iblis di kepalanya. Lalu ia merias wanita itu dari pandangan orang yang melihatnya. Jika wanita itu membelakang, maka iblis akan duduk di pantatnya dan menghias wanita itu dari pandangan orang yang melihatnya.”Sabda Rasulullah Saw : “Sesungguhnya iblis yang terlaknat berkhutbah para syetan: “Hendaklah kalian menggoda manusia dengan khamar dan segala sesuatu yang memabukkan dan dengan wanita. Sesungguhnya aku tidak mendapatkan suatu kumpulan kejahatan kecuali di dalamnya ”. (Hakim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar