Kamis, 19 Januari 2012

Makalah HaKI


Tugas KKPI


Makalah
 Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)


Disusun 
Oleh:

  
Nama            : Nur Indah Sari
Kelas             : 1B TKJ
NIM               : 425 11 027



Politeknik Negeri Ujung Pandang
Jurusan Teknik Elektro Prodi Teknik Komputer Jaringan



Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Hak atas Kekayaan Intelektual.” Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian HaKI atau yang lebih khususnya membahas penerapan HaKI dalam bidang Teknologi Informasi. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang HaKI.
 Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Makassar, 19 Januari 2012



Penyusun 


BAB I
Pendahuluan

A.  LATAR BELAKANG
"The ideas of copy-left, or of a more liberal regime of copyright, are receiving wider and wider  support," said Debora L. Spar, a professor at Harvard Business School. "It's no longer a wacky idea cloistered in the ivory tower; it's become a more mainstream idea that we need a different kind of copyright regime to support the wide range of activities in cyberspace."

Susan Crawford, a professor at the Cardozo Law School of Yeshiva University and an author of the report said that a growing number of business leaders are worried that the trend toward "equating intellectual property with physical property" might be hampering innovation.

"Bits are not the same as atoms," she argued, contending that the distinction is being blurred by Hollywood. "We need to reframe the legal discussion to treat the differences of bits and atoms in a more thoughtful way."

(New York Times, “Report Raises Questions About Fighting Online Piracy”. John Schwartz. March 1, 2004.  Tersedia secara online sebagai http://www.nytimes.com/2004/03/01/technology/01rights.html?ei=5007&en=9af7398941f1bbe5&ex=1393477200&partner=TECHDIRT&pagewanted=all&position=)

Pada awalnya perlindungan HaKI diberikan kepada penemu (inventor) sebagai insentif untuk melakukan penemuan atau inovasi-inovasi lainnya. Dia diberi hak monopoli untuk waktu tertentu atas temuannya tersebut. Adanya hak monopoli ini memungkinkan sang penemu untuk mendapatkan imbalan finansial atas usahanya. Namun nampaknya pendekatan imbalan finansial ini bukan merupakan motivasi utama (seperti adanya pendekatan free software dan open source yang akan dibahas pada bagian terpisah).
Perlindungan HaKI sendiri meliputi hak merek, cipta, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan indikasi geografis. Deskripsi dari masing-masing hal tersebut di luar dari lingkup makalah ini. Pembaca disarankan untuk membaca referensi lain mengenai hal ini. Makalah ini akan lebih difokuskan kepada permasalahan perlindungan HaKI.


BAB II
Pembahasan

A.  PENGERTIAN
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
  1. Hak Cipta (copy rights)
  2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
·         Paten;
·         Desain Industri (Industrial designs);
·         Merek;
·         Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition);
·         Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit);
·         Rahasia dagang (trade secret);
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
      Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a.     Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
b.     Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang HaKI;
c.     Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.
Di dalam organisasi Direktorat Jenderal HaKI terdapat susunan sebagai berikut :
a.    Sekretariat Direktorat Jenderal;
b.    Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, tata letak Sirkuit terpadu, dan Rahasia Dagang;
c.     Direktorat Paten;
d.    Direktorat Merek;
e.    Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual;
f.      Direktorat Teknologi Informasi;
Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan telah diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention establishing the world Intellectual Property Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki millenium baru, hak kekayaan intelektual menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.

B.    DASAR HUKUM
Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :
·         Program atau Piranti lunak computer, buku pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan buku-buku sejenis lainnya.
·         Dari warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat, atau
·         Untuk mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau  berkedudukan di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk mana suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat) memiliki hak-hak ekonomi itu;
·         Program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat.
Para anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus Development, Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah perusahaan-perusahaan pencipta program ataupiranti lunak computer untuk computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau piranti lunak computer, buku-buku pedoman penggunaan programataupiranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut dilindungi pula oleh UNDANG-UNDANG HAK CIPTA INDONESIA. Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran terhadap hak cipta orang lain maka orang tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana maupun gugatan perdata.


BAB III
HaKI DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh teknologi informasi tidak dapat lepas dari keberadaan HaKI. Secara umum HaKI adalah perlindungan hukum yang berupa hak yang diberikan oleh negara  secara eksklusif terhadap karya-karya yang lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang ditopang oleh dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung bersentuhan dengan obyek-obyek pengaturan dalam HaKI, yaitu cipta, paten, merek, desain industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu.
 HaKI mendapatakan sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan jauh lebih mudah dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi informasi yang terjadi. Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya.
 Di Indonesia pelanggaran HaKI sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia mendudki peringkat ketiga terbesar dunia setelah Ukraine dan China dalam soal pembajakan software. Pada saat ini bisa dikatakan tenaga TI Indonesia belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak terlepas dari citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia pertama yang ikut menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia justru masuk peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara paling getol membajak software berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software Alliance).
Suburnya pembajakan software di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya masih belum siap menerima HaKI, selain itu pembajakan software sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan diluar jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia. Untuk mengurangi angka pembajakan di dunia yang semakin hari semakin meningkat maka sebuah perkumpulan industri yang bergerak di software AS yang dikenal dengan BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan akan terus melacak penggunaan software illegal oleh perusahaan  swasta dengan cara melibatkan masyarakat melalui sayembara berhadiah Rp.50 juta bagi siapa saja yang memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang penggunaan  software illegal di perusahaan. Informasi yang masuk ke BSA bias saja dari masyarakat luas, bisa saja dari karyawan perusahaan itu sendiri yang tidak loyal sehingga mereka memberikan informasi kepada BSA.

 
BAB IV
Dampak Pelanggaran HaKI

Dampak pembajakan software di Indonesia tidak hanya merugikan perusahaan pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia juga akan terkena dampaknya. Industri software local menjadi tidak berkembang karena mereka tidak mendapat hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan ini. Selain itu mereka menjadi enggan untuk memproduksi software, karena selalu khawatir hasilnya akan dibajak.
Terlepas dari perusahaan software yang semakin hari merugi karena aksi pembajakan, sebetulnya dunia TI Indonesia kini benar-benar menghadapi suatu masalah besar. Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights Agreement) yang dicanangkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari 2000, produsen-produsen paket piranti lunak komputer terutama yang tergabung dalam Business Software Alliance (BSA) akan menuntut pembajak program buatan mereka ditindak tegas sesuai ketentuan. Amerika Serikat, melalui United State Trade Representatif yang dalam beberapa tahun belakangan ini menempatkan Indonesia pada posisi priority watch list. Kedudukan ini sekelas dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal, pengelompokan ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat memperbaiki keadaan, maka sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada United States (US) Trade Act. Ketentuan ini memberikan mandat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi kepada Indonesia.
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya.


BAB V
Solusi Pelanggaran HaKI

           Untuk menekan pembajakan software, maka alternative pertama adalah dengan menggunakan software berbasis linux yang disebarluaskan tanpa dipungut biaya. Sehingga tetap bias mendapatkan harga murah, tanpa harus menggunakan software bajakan. Namun hal tersebut masih sulit dilakukan. Walaupun beberapa terakhir ini pihak pedagang sudah berupaya keras menyosialisasikan software linux yang gratis. Namun pembeli masih memilih software Microsoft yang sudah diakrabinya sejak lama. Untuk ini memang butuh waktu, karena linux memang relative baru dikenal masyarakat umum. Butuh advokasi market, agar software linux bias memasyarakat.
            Alternative pilihan yang kedua yaitu dengan diadakannya program “Campus Agreement” guna memberi lisensi masal bagi computer kampus dengan  harga jauh lebih murah, antara lain untuk Windows 98,Windows NT, dan Microsoft Office. Apabila model ini dapat disosialisasikan secara luas dikalangan kampus, maka semestinya tidak ada lagi alasan pembenaran bagi tindakan pembajakan software di lingkungan kampus. 

Pilihan alternatif

Solusi yang ada dan ditawarkan oleh para vendor saat ini akhirnya tetap akan mengakibatkan pengeluaran dana yang sangat besar. Walaupun telah menggunakan beragam lisensi yang mencoba meringankan biaya. Tetapi bila nilai tersebut kita kalikan dengan jumlah perusahaan menengah yang ada di Indonesia, maka jumlah tersebut akan menjadi cukup besar, dan menjadi beban ekonomi yang tidak bisa diabaikan lagi. Tentu akan timbul pertanyaan, apakah ada solusi lain untuk lepas dari kondisi ini ?. Jawabannya adalah ada, dan akan dipaparkan pada tulisan ini. Beberapa kemungkinan solusi untuk menghindari masalah di tuduhan pembajakan adalah sebagai berikut :
  • Pasrah dan terpaksa membeli perangkat lunak yang digunakan. Baik sistem operasi, maupun aplikasinya. Sudah barang tentu bagi institusi besar sebaiknya memanfaatkan segala bentuk lisensi yang meringankan biaya total. Tetapi melihat sebagian besar peringanan biaya ini hanya berlaku bagi perusahaan atau institusi yang menggunakan salinan lebih dari 5 komputer, tentu bagi perusahaan kecil tetap akan membayar dengan harga biasa. Dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, solusi ini akan menimbulkan beban ekonomi yang cukup besar. Bayangkan bagi suatu perusahaan atau lembaga pendidikan yang memiliki 100 unit komputer. Sudah barang tentu mau tidak mau terpaksa mengharap belas kasihan para vendor untuk meringankan biaya lisensi. Permasalahan perkiraan biaya dengan solusi ini telah dijabarkan di atas.
  • Mengembangkan perangkat lunak yang digunakan, baik sistem operasi maupun aplikasinya. Solusi ini sangatlah ideal dan akan sangat baik sekali bila dapat dilaksanakan. Sudah barang tentu akan memakan waktu yang banyak serta Sumber Daya Manusia yang tidak main-main. Secara jujur dapat dikatakan SDM bidang Teknologi Informasi di Indonesia belumlah mampu melakukan hal ini secara luas. Hal ini tidak terlepas, dari kenyataan saat ini, sebagian besar dari kegiatan praktisi TI adalah pada penguasaan ketrampilan operasional dan implementasi dari sistem. Di tambah lagi dengan kenyataan bahwa akses ke informasi internal dari teknologi perangkat lunak yang digunakan sangatlah terbatas.
  • Memanfaatkan aplikasi Open Source, dan turut mengembangkannya sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Program Open Source merupakan suatu program yang memiliki sistem lisensi yang berbeda dengan program komersial pada umumnya. Lisensi hukum yang digunakan pada program Open Source memungkinkan penggunaan, penyalinan, dan pendistribusian ulang secara bebas, tanpa dianggap melanggar hukum dan etika. Program Open Source relatif sudah dikembangkan cukup lama, dan telah dimanfaatkan sebagai tulang punggung utama dari sistem Internet. Beragam aplikasi Open Source saat ini tersedia secara bebas. Pemanfaatan Open Source secara luas di Indonesia akan menghindari dari pengeluaran biaya serta tuduhan pembajakan. Bahkan komunitas pengguna Open Source pun telah tumbuh luas di berbagai daerah di Indonesia dari Banda Aceh ( http:atauatauaceh.linux.or.id hingga Makassar http:atauatauupg.linux.or.id.

Dari ketiga kemungkinan tersebut, dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, biaya dan SDM maka solusi dengan memanfaatkan aplikasi Open Source sangatlah menjanjikan untuk diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Sayang sekali hingga saat ini masih sedikit tanggapan dari pihak Pemerintah mengenai kemungkinan pemanfaatan Open Source sebagai solusi masalah HaKI.
Sebagai perkembangan dari pemanfaatan aplikasi open source, maka bila dana yang seharusnya digunakan untuk membeli perangkat lunak, dikumpulkan untuk mendanai programmer Indonesia untuk mengembangkan aplikasi Open Source tentu akan memberikan manfaat yang lebih besar, daripada membeli aplikasi jadi dari luar negeri. Tentu saja ini membutuhkan visi masa depan, bukan sekedar visi jangka pendek.
Memang tidak harus suatu institut hanya memakai Open Source, ataupun hanya memakai vendor based aggrement. Prosentase kombinasi haruslah dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan jangka panjang dan ketersediaan dana.


BAB VI
KESIMPULAN

Tanggung jawab kita yang pertama sebagai pemakai program atau piranti lunak komputer ialah membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI untuk pemakaian anda sendiri. Jika  membeli program atau piranti lunak komputer untuk keperluan usaha, setiap unit komputer yang ada di tempat usaha masing-masing harus memiliki sendiri seperangkat program atau piranti lunak komputer ASLI berikut buku pedoman penggunaannya. Jika hanya membeli satu program atau piranti lunak komputer ASLI untuk digunakan atau dimasukkan ke dalam lebih dari satu unit komputer atau meminjamkan, menyalin atau mengedarkan program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman penggunaannya dengan alasan apapun, tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang atau pemilik hak cipta atas program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman itu, maka anda telah melakukan tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum.     
 Pada waktu membeli programataupiranti lunak komputer, pastikanlah bahwa  hanya membeli programataupiranti lunak komputer ASLI. Banyak produk bajakan yang dikemas sedemikian rupa sehingga nampak sama dengan produk yang asli, namun jauh berbeda dari segi mutunya. Juga merupakan kewajiban kita untuk membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI. Jika  membeli atau menggunakan program atau piranti lunak komputer PALSU atau hasil bajakannya, kita bukan saja melanggar hak penciptanya untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga merugikan industri komputer secara keseluruhan. Semua pencipta program atau piranti lunak komputer, baik yang kecil maupun yang besar, menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan dan menciptakan program atau piranti lunak komputer untuk keperluan umum. Suatu bagian dari setiap dolar yang dikeluarkan untuk membeli program atau piranti lunak komputer ASLI disalurkan kembali untuk keperluan riset dan pengembangan demi peningkatan program atau piranti lunak komputer agar menjadi lebih canggih. Tetapi jika kita membeli program atau piranti lunak komputer PALSU atau hasil bajakan, semua uang kita langsung masuk kantong pembajak program atau piranti lunak komputer tersebut sedangkan pihak penciptanya tidak mendapat apapun.

Sumber:
1.     www.artikelk3.com
4.     www.zonaekis.com
8.     www.slideshare.net
11.    www.kafeilmu.com
  “Wassalam”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar