Tugas
KKPI
Makalah
Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI)
Disusun
Oleh:
Oleh:
Nama : Nur Indah Sari
Kelas : 1B TKJ
NIM :
425 11 027
Politeknik
Negeri Ujung Pandang
Jurusan
Teknik Elektro Prodi Teknik Komputer Jaringan
Kata Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul
“Hak atas Kekayaan
Intelektual.”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian HaKI atau yang
lebih khususnya
membahas penerapan HaKI dalam bidang
Teknologi Informasi.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang HaKI.
Kami
menyadari
bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan
Makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal
sampai
akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Makassar, 19
Januari 2012
Penyusun
BAB I
Pendahuluan
A.
LATAR BELAKANG
"The ideas
of
copy-left, or of a more liberal regime of copyright, are receiving wider
and
wider support,"
said Debora L. Spar, a professor at Harvard Business School. "It's no
longer a wacky idea cloistered in the ivory tower; it's become a more
mainstream idea that we need a different kind of copyright regime to
support
the wide range of activities in cyberspace."
Susan
Crawford, a
professor at the Cardozo Law School of Yeshiva University and an author of the
report said that a
growing number of business leaders are worried that the trend toward
"equating intellectual property with physical property" might be
hampering innovation.
"Bits are
not
the same as atoms," she argued, contending that the distinction is being
blurred by Hollywood. "We need to reframe the legal discussion to treat
the differences of bits and atoms in a more thoughtful way."
(New
York Times,
“Report Raises Questions About Fighting Online Piracy”. John Schwartz.
March 1,
2004. Tersedia
secara online sebagai
http://www.nytimes.com/2004/03/01/technology/01rights.html?ei=5007&en=9af7398941f1bbe5&ex=1393477200&partner=TECHDIRT&pagewanted=all&position=)
Pada
awalnya perlindungan HaKI diberikan kepada penemu (inventor)
sebagai insentif untuk
melakukan penemuan atau inovasi-inovasi lainnya. Dia diberi
hak monopoli untuk waktu tertentu atas
temuannya tersebut. Adanya hak monopoli ini memungkinkan sang penemu
untuk
mendapatkan imbalan finansial atas usahanya. Namun nampaknya pendekatan
imbalan
finansial ini bukan merupakan motivasi utama (seperti adanya pendekatan
free
software dan open source yang akan dibahas pada bagian terpisah).
Perlindungan
HaKI sendiri
meliputi hak merek, cipta, paten, desain industri, desain tata letak
sirkuit terpadu,
rahasia dagang, dan indikasi geografis. Deskripsi dari masing-masing hal
tersebut di luar dari lingkup makalah ini. Pembaca disarankan untuk
membaca
referensi lain mengenai hal ini. Makalah ini akan lebih difokuskan
kepada
permasalahan perlindungan HaKI.
BAB II
Pembahasan
A.
PENGERTIAN
Hak
Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau
akronim ‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual
Property Rights (IPR),
yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu
produk
atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada
intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara
ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur
dalam HaKI
adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia.
Secara
garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
- Hak Cipta (copy
rights)
- Hak
Kekayaan Industri
(Industrial Property Rights),
yang mencakup:
·
Paten;
·
Desain
Industri (Industrial
designs);
·
Merek;
·
Penanggulangan
praktik
persaingan curang (repression of unfair competition);
·
Desain
tata letak sirkuit
terpadu (integrated circuit);
·
Rahasia
dagang (trade
secret);
Di
Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI
adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman
dan
Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas
departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
dan kebijakan Menteri.
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a. Perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis
di bidang HaKI;
b. Pembinaan
yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan,
dan penyiapan standar di bidang HaKI;
c. Pelayanan
Teknis dan administratif kepada semua unsur di
lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.
Di
dalam organisasi Direktorat Jenderal HaKI terdapat
susunan sebagai berikut :
a.
Sekretariat
Direktorat
Jenderal;
b. Direktorat
Hak Cipta, Desain Industri, tata letak Sirkuit terpadu, dan Rahasia
Dagang;
c.
Direktorat
Paten;
d.
Direktorat
Merek;
e.
Direktorat
Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual;
f.
Direktorat
Teknologi
Informasi;
Di dalam
dunia internasional terdapat suatu badan yang
khusus mengurusi masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut
WIPO (WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS).
Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan telah
diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial
Property and Convention establishing the world Intellectual Property
Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki
millenium baru, hak kekayaan intelektual
menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik
dalam forum
nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket
persetujuan WTO
di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh
dunia.
Dengan
demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat
dilepaskan dari perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam
pembangunan
ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan
ekonomi
yang berdasar ilmu pengetahuan.
B.
DASAR
HUKUM
Dasar
hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan
undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini
melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak
computer, buku
pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku
(sejenis)
lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia
mengenai
Perlindungan Hak Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :
·
Program
atau Piranti lunak
computer, buku pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan
buku-buku sejenis lainnya.
·
Dari
warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di
Amerika
Serikat, atau
·
Untuk
mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan
di Amerika Serikat memiliki
hak-hak ekonomi yang diperoleh dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk
mana
suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan,
atau mayoritas
dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga
Negara
atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat)
memiliki hak-hak ekonomi itu;
·
Program
atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau
piranti lunak
computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di
Amerika
Serikat.
Para
anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus
Development, Microsoft,
Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah
perusahaan-perusahaan
pencipta program ataupiranti lunak computer untuk computer pribadi (PC)
terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika Serikat yang
berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau piranti
lunak
computer, buku-buku pedoman penggunaan programataupiranti lunak computer
dan
buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut
dilindungi
pula oleh UNDANG-UNDANG HAK CIPTA INDONESIA. Jika
seseorang melakukan
suatu pelanggaran terhadap hak cipta orang lain maka orang tersebut
dapat
dikenakan tuntutan pidana maupun gugatan perdata.
BAB III
HaKI DALAM
TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan-kemajuan
yang dicapai oleh teknologi informasi
tidak dapat lepas dari keberadaan HaKI. Secara umum HaKI adalah
perlindungan
hukum yang berupa hak yang diberikan oleh negara secara eksklusif
terhadap karya-karya yang
lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang
ditopang oleh dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung
bersentuhan dengan obyek-obyek pengaturan dalam HaKI, yaitu cipta,
paten,
merek, desain industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu.
HaKI
mendapatakan
sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan jauh
lebih mudah
dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi informasi yang
terjadi.
Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi
tidak
berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak mendapatkan
penggantian
biaya yang telah dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang
lain
justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya.
Di
Indonesia
pelanggaran HaKI sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia
mendudki
peringkat ketiga terbesar dunia setelah Ukraine dan China dalam soal
pembajakan
software. Pada saat ini bisa dikatakan tenaga TI Indonesia belum dapat
dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak terlepas dari citra
buruk
akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan lagi dikarenakan
Indonesia
merupakan Negara Asia pertama yang ikut menandatangani Perjanjian
“Internet
Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia justru masuk peringkat tiga besar
dunia
setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara paling getol membajak software
berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software Alliance).
Suburnya
pembajakan software di Indonesia disebabkan
karena masyarakatnya masih belum siap menerima HaKI, selain itu
pembajakan
software sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita
dan
umumnya dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal
ini
disebabkan karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap
nilai-nilai hak
dan kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang
digunakan. Di
sisi lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan
diluar
jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia. Untuk
mengurangi angka pembajakan di dunia yang semakin hari semakin meningkat
maka
sebuah perkumpulan industri yang bergerak di software AS yang dikenal
dengan
BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan akan terus
melacak
penggunaan software illegal oleh perusahaan
swasta dengan cara melibatkan masyarakat melalui sayembara berhadiah
Rp.50
juta bagi siapa saja yang memberikan informasi yang akurat dan tepat
tentang
penggunaan software illegal di
perusahaan. Informasi yang masuk ke BSA bias saja dari masyarakat luas,
bisa saja dari
karyawan
perusahaan itu sendiri yang tidak loyal sehingga mereka memberikan
informasi
kepada BSA.
BAB IV
Dampak Pelanggaran
HaKI
Dampak pembajakan software di Indonesia
tidak hanya merugikan perusahaan pembuat software saja, tetapi
pemerintah Indonesia
juga akan terkena dampaknya. Industri software local menjadi tidak
berkembang
karena mereka tidak mendapat hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan
ini.
Selain itu mereka menjadi enggan untuk memproduksi software, karena
selalu
khawatir hasilnya akan dibajak.
Terlepas
dari perusahaan software yang
semakin hari merugi karena aksi pembajakan, sebetulnya dunia TI
Indonesia kini
benar-benar menghadapi suatu masalah besar. Dengan berlakunya TRIPs
(Trade
Related aspects of Intellectual Property Rights Agreement) yang
dicanangkan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari 2000,
produsen-produsen
paket piranti lunak komputer terutama yang tergabung dalam Business
Software
Alliance (BSA) akan menuntut pembajak program buatan mereka ditindak
tegas sesuai
ketentuan. Amerika Serikat, melalui United State Trade Representatif
yang dalam
beberapa tahun belakangan ini menempatkan Indonesia pada posisi
priority
watch list. Kedudukan
ini sekelas
dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia,
Brunei,
Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal, pengelompokan ini bukan
tanpa
sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat memperbaiki keadaan, maka sanksinya
adalah
penggunaan spesial 301 pada United States (US) Trade Act. Ketentuan ini
memberikan mandat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan
pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi kepada Indonesia.
Memang hukuman tersebut belum dilakukan
secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan
yang
buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya.
BAB V
Solusi Pelanggaran HaKI
Pilihan
alternatif
“Wassalam”
Untuk
menekan pembajakan software, maka alternative pertama adalah dengan
menggunakan
software berbasis linux yang disebarluaskan tanpa dipungut biaya.
Sehingga
tetap bias mendapatkan harga murah, tanpa harus menggunakan software
bajakan.
Namun hal tersebut masih sulit dilakukan. Walaupun beberapa terakhir ini
pihak
pedagang sudah berupaya keras menyosialisasikan software linux yang
gratis.
Namun pembeli masih memilih software Microsoft yang sudah diakrabinya
sejak
lama. Untuk ini memang butuh waktu, karena linux memang relative baru
dikenal
masyarakat umum. Butuh advokasi market, agar software linux bias
memasyarakat.
Alternative pilihan yang kedua yaitu
dengan diadakannya program “Campus Agreement” guna memberi lisensi masal
bagi
computer kampus dengan harga jauh lebih
murah, antara lain untuk Windows 98,Windows NT, dan Microsoft Office.
Apabila
model ini dapat disosialisasikan secara luas dikalangan kampus, maka
semestinya
tidak ada lagi alasan pembenaran bagi tindakan pembajakan software di
lingkungan kampus.
Pilihan
alternatif
Solusi
yang ada dan ditawarkan oleh para
vendor saat ini akhirnya tetap akan mengakibatkan pengeluaran dana yang
sangat
besar. Walaupun telah menggunakan beragam lisensi yang mencoba
meringankan
biaya. Tetapi bila nilai tersebut kita kalikan dengan jumlah perusahaan
menengah yang ada di Indonesia, maka jumlah tersebut akan menjadi cukup
besar,
dan menjadi beban ekonomi yang tidak bisa diabaikan lagi. Tentu akan
timbul pertanyaan, apakah ada solusi lain
untuk lepas dari kondisi ini ?. Jawabannya adalah ada, dan akan
dipaparkan pada tulisan ini. Beberapa
kemungkinan solusi untuk menghindari masalah di
tuduhan pembajakan adalah sebagai berikut :
- Pasrah
dan terpaksa membeli perangkat lunak yang digunakan. Baik sistem
operasi, maupun aplikasinya. Sudah barang tentu bagi institusi besar sebaiknya
memanfaatkan segala bentuk lisensi yang meringankan biaya total.
Tetapi
melihat sebagian besar peringanan biaya ini hanya berlaku bagi
perusahaan
atau institusi yang menggunakan salinan lebih dari 5 komputer,
tentu bagi
perusahaan kecil tetap akan membayar dengan harga biasa. Dengan
kondisi perekonomian Indonesia saat ini, solusi ini akan
menimbulkan beban
ekonomi yang cukup besar. Bayangkan bagi suatu perusahaan atau
lembaga
pendidikan yang memiliki 100 unit komputer. Sudah barang tentu mau
tidak
mau terpaksa mengharap belas kasihan para vendor untuk
meringankan
biaya lisensi. Permasalahan perkiraan biaya dengan solusi ini telah
dijabarkan di atas.
- Mengembangkan
perangkat lunak yang digunakan, baik sistem operasi maupun
aplikasinya.
Solusi ini sangatlah ideal dan akan sangat baik sekali bila dapat
dilaksanakan. Sudah barang tentu akan memakan waktu yang banyak
serta
Sumber Daya Manusia yang tidak main-main. Secara jujur dapat
dikatakan
SDM bidang Teknologi Informasi di Indonesia belumlah mampu
melakukan hal
ini secara luas. Hal ini tidak terlepas, dari kenyataan saat ini,
sebagian
besar dari kegiatan praktisi TI adalah pada penguasaan ketrampilan
operasional dan implementasi dari sistem. Di tambah lagi dengan
kenyataan
bahwa akses ke informasi internal dari teknologi perangkat lunak
yang
digunakan sangatlah terbatas.
- Memanfaatkan
aplikasi
Open Source,
dan turut mengembangkannya
sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Program Open
Source
merupakan suatu program yang memiliki sistem lisensi yang berbeda
dengan
program komersial pada umumnya. Lisensi hukum yang digunakan
pada
program Open Source memungkinkan penggunaan, penyalinan, dan
pendistribusian ulang secara bebas, tanpa dianggap melanggar hukum
dan
etika. Program Open Source relatif sudah dikembangkan cukup
lama, dan
telah dimanfaatkan sebagai tulang punggung utama dari sistem
Internet.
Beragam aplikasi Open Source saat ini tersedia secara bebas. Pemanfaatan
Open Source secara luas di Indonesia akan menghindari dari
pengeluaran
biaya serta tuduhan pembajakan. Bahkan komunitas pengguna Open
Source
pun telah tumbuh luas di berbagai daerah di Indonesia dari Banda
Aceh ( http:atauatauaceh.linux.or.id
hingga
Makassar http:atauatauupg.linux.or.id.
Dari
ketiga kemungkinan tersebut, dengan
mempertimbangkan keterbatasan waktu, biaya dan SDM maka solusi dengan
memanfaatkan aplikasi Open Source sangatlah menjanjikan untuk
diterapkan
untuk mengatasi masalah ini. Sayang sekali hingga saat ini masih
sedikit
tanggapan dari pihak Pemerintah mengenai kemungkinan pemanfaatan Open
Source
sebagai solusi masalah HaKI.
Sebagai
perkembangan dari pemanfaatan
aplikasi open source, maka bila dana yang seharusnya digunakan untuk
membeli
perangkat lunak, dikumpulkan untuk mendanai programmer Indonesia
untuk
mengembangkan aplikasi Open Source tentu akan memberikan manfaat
yang lebih
besar, daripada membeli aplikasi jadi dari luar negeri. Tentu
saja ini
membutuhkan visi masa depan, bukan sekedar visi jangka pendek.
Memang tidak harus suatu institut hanya
memakai Open Source, ataupun hanya memakai vendor based aggrement.
Prosentase
kombinasi haruslah dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan jangka panjang
dan
ketersediaan dana.
BAB
VI
KESIMPULAN
Tanggung
jawab kita yang pertama sebagai pemakai program atau piranti lunak
komputer
ialah membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI untuk
pemakaian
anda sendiri. Jika membeli program atau piranti
lunak komputer untuk keperluan usaha, setiap unit komputer yang ada di
tempat
usaha masing-masing harus memiliki sendiri seperangkat program atau
piranti
lunak komputer ASLI berikut buku pedoman penggunaannya. Jika hanya
membeli satu
program atau piranti lunak komputer ASLI untuk digunakan atau dimasukkan
ke
dalam lebih dari satu unit komputer atau meminjamkan, menyalin atau
mengedarkan
program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman penggunaannya
dengan
alasan apapun, tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang
atau pemilik
hak cipta atas program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman
itu, maka
anda telah melakukan tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum.
Pada
waktu membeli programataupiranti lunak komputer, pastikanlah bahwa
hanya membeli programataupiranti lunak
komputer ASLI. Banyak produk bajakan yang dikemas sedemikian rupa
sehingga
nampak sama dengan produk yang asli, namun jauh berbeda dari segi
mutunya. Juga
merupakan kewajiban
kita untuk membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI. Jika
membeli atau menggunakan program atau piranti
lunak komputer PALSU atau hasil bajakannya, kita bukan saja melanggar
hak
penciptanya untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga merugikan industri
komputer secara keseluruhan. Semua
pencipta program atau piranti lunak komputer, baik yang kecil maupun
yang
besar, menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan dan
menciptakan
program atau piranti lunak komputer untuk keperluan umum. Suatu bagian
dari
setiap dolar yang dikeluarkan untuk membeli program atau piranti lunak
komputer
ASLI disalurkan kembali untuk keperluan riset dan pengembangan demi
peningkatan
program atau piranti lunak komputer agar menjadi lebih canggih. Tetapi
jika
kita membeli program atau piranti lunak komputer PALSU atau hasil
bajakan, semua
uang kita langsung masuk kantong pembajak program atau piranti lunak
komputer
tersebut sedangkan pihak penciptanya tidak mendapat apapun.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar