وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ
“…Orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah [2] : 165)
Ciri orang yang beriman adalah mencintai Allah dan RasulNya melebihi
bapak, anak, saudara, istri, keluarga, kekayaan, bisnis, dan rumah
mereka:
قُلْ إِن
كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ
وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌۭ تَخْشَوْنَ
كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ
وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍۢ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ
ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ
“Katakanlah:
“jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih
kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. ” [At Taubah 9:24]
Orang yang beriman rela mengorbankan harta dan nyawa mereka demi Allah dan RasulNya:
مَا كَانَ
لِأَهْلِ ٱلْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ ٱلْأَعْرَابِ أَن
يَتَخَلَّفُوا۟ عَن رَّسُولِ ٱللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا۟ بِأَنفُسِهِمْ عَن
نَّفْسِهِۦ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌۭ وَلَا نَصَبٌۭ
وَلَا مَخْمَصَةٌۭ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَطَـُٔونَ مَوْطِئًۭا
يَغِيظُ ٱلْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّۢ نَّيْلًا إِلَّا
كُتِبَ لَهُم بِهِۦ عَمَلٌۭ صَٰلِحٌ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ
ٱلْمُحْسِنِينَ
“Tidaklah
sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang
berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang)
dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada
mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak
ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak
(pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang
kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan
dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik” [At Taubah 9:120]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن
يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍۢ
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ
عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ
لَوْمَةَ لَآئِمٍۢ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ
وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah
5:54]
Imam Bukhori meriwayatkan dari Anas bahwa
seorang laki-laki dari penduduk kampung datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam seraya berkata; “Wahai Rasulullah, kapankah hari Kiamat
akan terjadi?” beliau menjawab: “Celaka kamu, apa yang telah kau
persiapkan?” laki-laki itu berkata; “Aku belum mempersiapkan bekal
kecuali aku hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda:
“Kalau begitu, kamu bersama dengan orang yang kamu cintai.”
Hadis riwayat Anas ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: Ada tiga hal
yang barang siapa mengamalkannya, maka ia dapat menemukan manisnya iman,
yaitu orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang
lain, mencintai orang lain hanya karena Allah, tidak suka kembali ke
dalam kekufuran (setelah Allah menyelamatkannya) sebagaimana ia tidak
suka dilemparkan ke dalam neraka. (Shahih Muslim No.60)
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: Seorang hamba (dalam hadis Abdul Warits,
seorang laki-laki) tidak beriman sebelum aku lebih dicintainya dari
keluarganya, hartanya dan semua orang. (Shahih Muslim No.62)
ٱلنَّبِىُّ أَوْلَىٰ بِٱلْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَٰجُهُۥٓ أُمَّهَٰتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama
bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya
adalah ibu-ibu mereka…” [Al Ahzab 33:6]
Pada akhirnya kecintaan kepada Allah dan
RasulNya membuat kita mencintai yang lainnya seperti Ibu, Bapak, Guru,
orang-orang yang beriman, bahkan terhadap sesama makhluk hidup.
Cinta kepada Allah dan RasulNya di atas yang lain membuat kita bisa pergi berperang dengan mengorbankan harta dan jiwa kita.
Sebaliknya, jika ada orang yang dengan
alasan mencintai Allah dan RasulNya di atas yang lain, lalu terhadap
sesama manusia dia tidak sayang bahkan terhadap ibu dan anak-anaknya,
maka itu juga keliru.
Hadis riwayat Jarir bin Abdullah
ra. dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa tidak menyayangi
manusia, maka Allah tidak akan menyayanginya. (Shahih Muslim No.4283)
Hadis riwayat Abu Hurairah
ra.: Bahwa Aqra` bin Habis pernah melihat Nabi saw. sedang mencium
Hasan. Dia (Aqra` bin Habis) lalu berkata: Sesungguhnya aku mempunyai
sepuluh orang anak namun aku tidak pernah mencium satupun dari mereka.
Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya barang siapa yang tidak
menyayangi maka dia tidak akan disayangi. (Shahih Muslim No.4282)
Sewaktu masih kecil Husain cucu
Rasulullah Saw. bertaya kepada ayahnya, Sayidina Ali ra: “Apakah ayah
mencintai Allah?” Ali ra menjawab, “Ya”. Lalu Husain bertanya lagi:
“Apakah ayah mencintai kakek dari Ibu?” Ali ra kembali menjawab, “Ya”.
Husain bertanya lagi: “Apakah ayah mencintai Ibuku?” Lagi-lagi Ali
menjawab,”Ya”. Husain kecil kembali bertanya: “Apakah ayah mencintaiku?”
Ali menjawab, “Ya”. Terakhir Si Husain yang masih polos itu bertanya,
“Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?”
Kemudian Sayidina Ali menjelaskan: “Anakku, pertanyaanmu sungguh hebat!
Cintaku pada kekek dari ibumu (Nabi Saw.), ibumu (Fatimah ra) dan kepada
kamu sendiri adalah kerena cinta kepada Allah”. Karena sesungguhnya
semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt. Setelah
mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.
Bagaimana caranya agar kita bisa mencintai Allah dan RasulNya melebihi yang lain termasuk diri kita?
Sulit memang.
Umumnya orang itu mencintai dirinya
sendiri. Jika dia mencintai yang lain, itu karena 2 hal. Pertama yang
lain itu memberi kebaikan, kenikmatan atau kepuasan pada dirinya. Yang
kedua adalah karena yang lain itu merupakan sebab atau perantara pada
hal-hal yang memberi kebaikan, kenikmatan atau kepuasan pada
dirinya. Contohnya manusia itu senang makanan karena memberi kepuasan
pada dirinya. Dia juga suka kepada uang yang dengan itu, dia bisa
mendapat makanan.
Agar kita bisa mencintai Allah, kita
harus yakin bahwa Allah memberi banyak kebaikan, kenikmatan, dan
kepuasan pada diri kita. Allah yang menciptakan diri kita. Allah
menciptakan 2 tangan, 2 kaki, mata dan mulut kita.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ
أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ
وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An
Nahl: 78)
“Dan Dialah yang telah
menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat
sedikitlah kamu bersyukur” [Al Mu’minuun 78]
Saat kita mencintai ibu kita, istri kita,
dan anak kita, ingatlah Allah yang menciptakan mereka semua. Tanpa
Allah, mereka tidak akan ada bersama kita. Oleh karena itu kita harus
mencintai Allah melebihi mereka.
Allah telah menciptakan semua untuk kita.
Diri kita, keluarga kita, teman-teman kita, bumi, langit, beserta
seluruh isinya. Nikmat Allah yang kita terima tidak akan bisa kita
hitung.
“Dan jika kamu menghitung-hitung
nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An Nahl 18]
Hikmah Mencintai Allah di atas yang lain
Jika kita mencintai selain Allah melebihi
rasa cinta kepada Allah, hanya akan membuat kita sedih. Karena selain
Allah itu fana. Akan binasa. Jika bukan kita yang meninggalkannya,
merekalah yang meninggalkan kita. Banyak orang yang frustrasi, depresi,
dan putus asa karena lebih mencintai selain Allah.
Jika kita lebih mencintai diri kita
sendiri, kita akan selalu was-was karena kita akan jadi tua, buruk,
lemah, dan akhirnya meninggal.
Jika kita lebih mencintai ibu, bapak,
istri, anak, kekasih, dan sebagainya daripada Allah, maka jika mereka
meninggal, hati kita akan hancur. Hidup kita bisa hampa.
Tapi jika kita mencintai Allah,
ketahuilah bahwa Allah itu kekal. Dia akan selalu bersama kita di dunia
dan di akhirat nanti. Insya Allah jika kita lebih mencintai Allah dari
yang lain, kita tidak khawatir atau pun bersedih hati karena Allah
senantiasa bersama kita.
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah
itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
Bagaimana dengan ciri-ciri hamba yang mencintai Allah?
Ustadz Muhammad Arifin Ilham menjelaskan dengan baik di sini:
Ciri Hamba-Hamba Allah yang Mencintai Allah SWT
Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Saudara-saudariku yang kucintai karena Allah. Kali ini kita membahas tentang ciri hamba-hamba Allah yang mencintai Allah SWT.
Yang pertama, Allah tujuan hidupnya, Allah ghayatuna.
Yang kedua, sangat taat kepada Allah SWT, istiqomah, berpegang teguh pada syariat Allah SWT.
Yang ketiga, mencintai
mereka yang dicintai oleh Allah, (yaitu) para Rasul, para Anbiyya, para
aulia, hamba-hamba Allah yang jujur, para syuhada, hamba-hamba Allah
yang shaleh.
Yang keempat, dengan
sangat senang hati melakukan apa yang Allah perintahkan untuk dirinya,
dan apa yang Allah larang untuk dirinya. Karena ia tahu
perintah-larangan Allah untuk kemaslahatan dirinya.
Yang kelima, selalu ingat kepada Allah, selalu berdzikir kepada Allah SWT. Selama berdzikir berarti selama itu ia bersama Allah.
Yang keenam, mengunjungi
rumah Allah, Ka’bah Baitullah, Haji bagi mereka yang mampu. Umroh demi
umroh, mengunjungi rumah Allah, masjid, musholla, ia jaga shalat
berjamaah.
Kemudian mengunjungi nabi Muhammad SAW ke
Madinah, ziarah, bershalawat kepada beliau, dan menjadikan beliau
sebagai teladan dalam hidupnya. Mencintai Allah berarti mencintai nabi
Allah.
Kemudian sangat senang membaca kalamullah, Al Qur’anul karim.
Yang kesembilan, sangat senang
menyampaikan ajaran Allah, mendakwahkan ajaran Allah, pada diri sendiri,
keluarga, handai taulan, kepada siapa pun.
Kemudian percaya yakin, benar-benar
beriman kepada semua janji-janji Allah. Janji Allah di dunia, janji
Allah di akhirat. Keyakinan kepada janji Allah melahirkan akhlaq yang
mulia.
Kemudian percaya yakin beriman ditolong oleh Allah. Inilah Allah janjikan dalam surat Yunus ayat 62.
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah
itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan
(dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus: 62-64)
Sesungguhnya kekasih-kekasih Allah tidak takut apa yang akan terjadi,
tidak bersedih apa yang sudah terjadi. Karena mereka benar-benar cinta,
beriman kepada Allah, dan mereka hidup dalam ketaqwaan kepada Allah.
Bagi mereka kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan itu
pasti bagi mereka. Itulah kemenangan besar untuk mereka.
Kemudian, selalu melakukan yang terbaik
untuk Allah, jihad fii sabilillah. Kemudian merindukan perjumpaan
dengan-Nya. Subhanallah. Dan sangat senang menikmati ibadah, khusyuk
dalam beribadah, merupakan bukti cinta kepada Allah, kekasih menghadap
kekasih. Bukankah kekasih senang bermesraan dengan kekasihnya. Waktu
bermesraan dengan kekasih adalah waktu-waktu beribadah kepada-Nya.
Subhanakallahumma wabihamdika asyhaduallaailaahailla anta astaghfiruka wa atubuilaik.
Referensi:
Min: http://agusnizami.wordpress.com